BERBAGI BUKU, BERBAGI ILMU

Bangunrejo, 2008 - Saya menemukan kebenaran ungkapan Charles W. Eliot bahwa buku adalah sahabat yang paling setia. Ungkapan itu saya rasakan benar adanya di saat-saat saya sendiri-sepi tanpa kawan, saya justru asyik bercengkerama dengan Yasraf Amir Pilliang memperbincangkan Postrealitas: silang sekarut dunia kontemporer. Ketika saya suntuk dan badmood saya malah terseret dalam petualangan Ikal dan anak-anak Laskar Pelangi. Semua itu lantas menjadi pengalaman yang benar-benar menakjubkan. Tentu tiada lain, pengalaman itu saya peroleh dari buku-buku tersebut. Meski bukan sepenuhnya seorang bukumania, namun saya telah merasakan bahwa setelah membaca buku, saya bak seorang pengelana yang kembali pulang dengan membawa sebuah pengalaman yang sangat berharga. Dan, selalu saja ada keinginan untuk saling berbagi, saling memberi akan pengalaman tersebut.
Berawal dari situ, saya ingin kawan-kawan dan adik-adik di Dusun Bangunrejo ini, juga merasakan keasyikan membaca tersebut. Di kampung ini pada 2008 lalu sangatlah jarang buku-buku bacaan alternatif selain buku-buku pelajaran. Jika tidak ke kota besar terlebih dahulu, maka akses buku-buku yang bervariasi sangat sukar didapat. Bahkan, dua toko besar yang ada di Jombang pada waktu itu hanya menjual kitab-kitab kuning yang tentu saja hanya bisa dibaca oleh mereka yang memahami bahasa arab.
Karena itu, bersama kawan-kawan yang mempunyai i’tikad yang sama,  saya mulai mengumpulkan buku-buku diktat dan novel yang saya punya. Lalu, menawarkan mouth to mouth pada remaja-remaja yang siap memasuki jenjang pendidikan perkuliahan untuk meminjam buku-buku yang tidak banyak tersebut. Beberapa dari mereka sangat antusias membacanya. Mereka meminjam, novel perempuan Jogja karya Achmad Munif, Bola-Bola Nasib karya Sindhunata; NU Tradisi, Relasi-relasi Kuasa karya Martin Van Bruinessen; Lari dari Kebebasan karya Erich Fromm dan lainnya. Sementara itu, anak-anak SD/MI yang datang hanya bisa melihat gambar-gambar yang menjadi ilustrasi buku-buku “berat” yang lebih cocok untuk anak perkuliahan tersebut.
Berangkat dari kondisi itu, maka perlahan kami mulai menambah koleksi buku-buku untuk anak-anak dan remaja. Tentu saja, kami menyisihkan dari sen demi sen uang saku yang kami punya.
Dari waktu ke waktu, respon masyarakat semakin baik. Pembaca satu demi satu berdatangan untuk melihat dan membaca. Seiring itu pula kami menambah buku-buku yang sesuai dengan minat pembaca yang mayoritas adalah anak-anak usia 6 sampai 18 tahun. Beberapa kolega dan kawan pun berpartisipasi dengan menyumbangkan buku dan majalah bekas yang menumpuk di rumah mereka dan membawanya ke rak-rak koleksi buku kami, diantaranya buku-buku bacaan, diktat pelajaran, Majalah Mentari dan Majalah Bee. Sampai saat ini koleksi kami hampir mencapai 600 judul buku.
Dalam perjalanan kami, lantas kami menyadari bahwa memberi adalah menerima lebih banyak, yakni menerima kebahagiaan, menerima kebersamaan, menerima kekompakan dan sebagainya. Karenanya, kami ingin terus berbagi buku, berbagi ilmu dengan sesama. Salam Buka! Baca! Bisa!