PERSAHABATAN
Oleh: Dewi Lestari*
Hari Pertama, langit tampak cerah. Matahari mulai terbit dari ufuk timur dan ayam pun mulai berkokok. Terdapat 2 gadis sebaya yang bernama Fatimah dan Zahra. Fatimah dan Zahra mempunyai hubungan yang sangat erat. Mereka telah bersahabat. Di mana-mana mereka selalu bersama-sama, baik di waktu senang maupun susah. Mereka saling mendukung satu sama lain. Mereka juga tidak melupakan kewajiban sebagai santri yang baik seperti shalat, mengaji, belajar dan lain-lain.
Waktu berputar sangat kencang dan jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Mereka bersiap-siap untuk shalat berjamaah di musholla. Semua santri juga mengikuti shalat berjama’ah tersebut. Setelah selesai, semua santri bergegas memulai mengaji di TPQ Al-Ikhlas. Semua santri tersebut adalah Alsa, Lili, Fikri, Gilang, Fina, Nisa, Anjani, Voltaire dan lain-lain. Juga tidak mau ketinggalan, yaitu Fatimah dna Zahra. Mereka juga mengaji di musholla.
Santri di TPQ Al-ikhlas semua adalah sahabat, bagaikan satu keluarga yang utuh. Seperti ketika ada suatu masalah. Semua santri memecahkan masalah tersebut bersama-sama. Jadi kita semua sangat kompak.
Hari demi hari telah berlalu, semua santri melakukan kegiatan seperti biasnaya. 3 bulan lamanya, persahabatan Fatimah dan Zahra mulai terombang-ambing. Meskipun mereka selalu bersama-sama. Ternyata baru disadari, bahwa kedua sahabat ini memiliki sifat yang berbeda. Fatimah mempunyai sifat yang baik, sholehah, rajin, sabar, taat kepada siapapun dan lain-lain. Sedangkan Zahra sebaliknya. Ia memiliki sifat malas, egois, usial dan lain-lain. Dua hari berikutnya terjadilah pertengkaran antara Fatimah dan Zahra. Karena, akhir-akhir ini mereka mengedepankan sifat masing-masing. Mereka saling bertengkar terus-menerus. Akhirnya mereka mendapat ta’zir dari ustadzahnya. Karena mereka telah membuat gaduh di tempat pengajian. Akhirnya, mereka berdua di suruh membersihkan musholla sampai benar-benar bersih. Mereka sadar atas semua perbuatan yang telah mereka lakukan. Akhirnya, mereka berbaikan dan saling berteman lagi. Ternyata setelah mendapatkan tugas dari ustadzahnya, Zahra diam membisu. Sedangkan, Fatimah mulai mengerjakan tugasnya sekitar 5 menit. Akhirnya, Fatimah menghampiri Zahra dan berkata, “Zahra, mengapa kau tidak mengerjakan tugasmu? Mengapa kau hanya diam saja di sini?”
Zahra pun menjawab, “Aku sangat-sangat malas hari ini!”
“Kmau selalu malas, malas dan malas. Sebaiknya kamu menghilangkan rasa malas itu.”
“Kamu ini banyak omong! Aku benar-benar malas hari ini. Udahlah! Kerjakan saja tugasmu itu. Pokoknya, aku gak mau!” Zahra menjawab dengan nada marah dan kesal.
Begitu pula Fatimah. Ia juga sangat-sangat tersinggung atas ucapan Zahra yang sangat menyakitkan itu. “Ya udahlah!terserah kamu!” Ujar Fatimah.
“Iya...Iya...!!”
Meskipun Fatimah sangat kesal dengan perlakuan Zahra. Fatimah tetap sabar dan a tidak mau menyakiti perasaan Zahra karena kata-kata Zahra yang ia lontarkan, dan akhirnya Fatimah pun ikhlas mengerjakan tugasnya sendirian tanpa dibantu Zahra. Dan Alhamdulillah semua pekerjaan Fatimah sudah selesai. Ia sadar atas semua kesalahannya. Ia berjanji tidak akan membuat kegaduhan lagi. Karena, jika mendengar orang membaca Al-quran , maka harus menghormatinya. Tiba-tiba, ustadzah menyahutinya, “Iya, itu baru benar namanya Fatimah, yang selalu mengakuii semua kesalahannya,”
“Ha...Ha...Ha...” semua santri tertawa dan bergembira.
Semua santri pun melanjutkan ngajinya. Sedangnya Zahwa tetap diam membisu dan tidak mau bergabung dengan teman-teman lainnya. Waktu terus berputar dengan cepatnya. Tiba-tiba, bel telah berbunyi dan semua santri pulang ke rumahnya masing-masing. Begitu pun Zahra, ia juga ikut pulang. Nggak terasa matahari pun tenggelam.
Dua hari berikutnya, Zahra mengalami krisis keuangan. Ia tidak mempunyai uang sama sekali. Begitu pula orang tuanya. Ia membutuhkan uang itu untuk membayar les. Sementara semua temannya sudah membayarnya. Karena itu ia teramat malu dengan teman-temannya. Ia ingin segera melinasinya. Zahra pun duduk termangu. Dan dalam hatinya ia berkata, ”Aku ingin meminta bantuan pada Fatimah supaya dipinjami uang. Tetapi, itu semua nggak mungkin. Aku telah menyakiti hati Fatimah. Sekrang aku haru minta bantuan ke siapa?”
Tiba-tiba Alda sedang berjalan melewati Zahra. Dan Zahra pun menhampiri Alda. “Alda, mau nggak kamu menolong aku?”
“Iya, insyaallah. Kalau aku sanggup dan bisa, insyaalah aku bantu. Emangnya kamu minta tolong apa?”
“Gini Da. Aku sekarang sedang krisis keuangan. Boleh gak aku pinjam uangmu? Boleh ya Da. Boleh ya, please!” Zahra merengek supaya dipinjami Alda.
“Tapi Ra? Aku...”
“Tapi apa Da...?” Zahra langsung memotong pembicaraan Alda.
Alda pun meneruskannya, “Tapi aku sekarang lagi nggak punya uang! Maafin aku Ra. Aku nggak bisa bantu kamu hari ini. Sekali lagi aku minta maaf ya...!”
“Ya, gak papa. Memang ini belum rezeki saya!” Zahra pun sangat kecewa.
Dan setelah itu, Alda pun pulang ke rumah. Tiba-tiba terdengar suara Zahra yang sedang menangis, tetapi Alda tidak menghampirinya lagi. Ia langsung pulang ke rumah.
Hari demi hari telah dilalui bersama, tapi sikap Zahra tidak seperti biasanya. Yang ia semula selalu gembira, sekarang menjadi murung. Tiba-tiba Fatimah curiga dengan sikap Zahra akhir-akhir ini. Dan, Fatimah mencari semua informasi ke semua santri untuk menanyakan perihal tentang Zahra. Diantara semua santri yang ditanya, hanya Alda yang dapat memberikan informasi tersebut. Lalu Fatimah bertanya, “Da, apa yang sebenarnya terjadi dengan Zahra?”
“Gini Fat, sebenarnya Zahra sekarang sedang nggak punya uang. Dan kemarin dia minta bantuan aku. Ia ingin meminjam uangku. Tapi, waktu itu aku nggak punya uang. So, itu masalahnya, ia menjadi murung.”
“Ow, begitu. Terima kasih Da atas semua informasinya!” Ujar Fatimah.
“Iya, sama-sam.”
Dan Fatimah pun pergi untuk menemui Zahra. Dalam perjalanannya, fatimah berkata dalam hati, “ternyata itu masalahnya yang membuat Zahra akhir-akhir ini murung. Jadi, saya harus membantu Zahra”
Dan, kebetulah Fatimah bertemu dengan Zahra, lalu Fatimah menghampirinya.
“Zahra, apa kamu perlu ini?” Fatimah memberikan uang kepada Zahra.
“Iya, saya sangat perlu sekali. Gimana kamu bisa tahu kalau aku sedang gak punya uang?”
“Udah, jangan dipikirkan itu. Yang penting kamu sangat membutuhkan uang bukan? Udah ambil aja!!”
“Benar Fat??” Zahra pun terkejut campur gembira, ia seolah-olah tidak percaya dengan perkataan Fatimah itu.
“Iya itu benar. Udah sekarang gunakan uang ini untuk membayar les, Ok!”
“Terima kasih ya Fat. Ternyata kamu sahabat yang baik hati. Meski aku pernah menyakiti hatimu dan membuatmu marah. Sekarang aku sadar atas semua sikap keegoisanku dan aku berjanji akan menghilangkan sifat keegoisanku dan kemalasanku. Mulai sekarnag kita bersahabat lagi ya Fat. Maafin aku, atas semua kesalahanku??”
“Iya, aku maafin kok Ra. Itulah layaknya sebagai seorang sahabat, saling membantu satu sama lain.” Fatimah pun bergembira.
Akhirnya, mereka berdua bersahabat kembali, dan Zahra pun telah menyesali perbuatannya. Dan, terbentuklah suatu kerukunan, keharmonisan di pengajian tersebut. Dan semua santri pun bergembira. Karena, sudah tidak ada pertengkaran lagi diantara semua santri.
Bangun Rejo, 15 November 2010
Social Plugin