CERPEN DEWI LESTARI (Anggota Griya Baca Abukus, 15 tahun)

Waktu demi waktu terus berjalan, hari demi hari telah ia lewati. Gadis ini telah mendapatkan banyak teman baru di Desa tempat tinggalnya kini. Semenjak duduk di kelas 1 SMP, sikap kekanak-kanakannya tak kunjung berubah. Senangnya hanya bermain-main. Pelajarannya ia remehkan dengan santai. Seolah-olah tak ada yang begitu penting. Padahal semakin tambah kelas semakin sulit pula pelajaran yang dihadapi.
Dengan bertambahnya waktu dan usia. Kini, ia telah mulai balligh. Ia mempunyai tanggung jawab yang lebih untuk menjalankan sholat 5 waktu.
Allahu akbar-Allahu akbar, suara adzan berkumandang di musholla terdekat.
“Rahma, ayo cepat ambil wudhu. Mari kita sholat berjama’ah...!!!” ajak Fatma, saudara sepupu Rahma. Fatma adalah gadis yang baik dan rajin dalam segala hal, baik dalam urusan ibadah maupun yang
lain.
“Nggak ah, aku males.......! lagi asyik nih filmnya. Kalau mau, pergi sendiri sana...!nggak usah ajak-ajak!!!” Bentak Rahma dengan nada kesal.
“Astaghfirullahal ‘adzim....” ucap Fatma dengan perasaan kecewa karena tidak berhasil mengajak Rahma. Tapi semua itu tidak membuat Fatma putus asa. Ia terus berjuang untuk mengingatkan Rahma agar menjalankan sholat 5 waktunya.
Setiap waktu sholat, Fatma tak lupa mengingatkan Rahma dan mengajaknya ke musholla. Tapi semua perjuangannya sia-sia. Berhari-hari ajakan itu tak membuahkan hasil sama sekali. Meskipun Fatma sudah menceramahinya dari ujung sampai ujung lagi. Itu semua percuma. Semua perkataan Fatma tak ada yang tertinggal sedikitpun pada diri Rahma. Ini membuat Fatma kesal.
“Saya tak sanggup lagi Ya Roobb, tuk mengingatkannya. I really tired!!! Tapi saya mendapat amanat dari orang tuanya agar selalu mengajaknya sholat,” rintih Fatma ketika mengadukan diri kepada sang khalik.
“Aku nggak boleh menyerah,itu adalah amanat yang harus dilaksanakan.” Fatma mulai bangkit dan berusaha kembali.
“Rahma mari kita bermain-main...!!!“ tawar Lisa, salah satu teman akrab Rahma. Lisa adalah gadis sebaya dengan Rahma. Tapi tubuh Lisa kecil, perkembangannya jauh berbeda dengan Rahma.
“Ayoooo!!!...” kata Rahma menandakan kesetujuannya. Mereka pun bermain bersama dengan semua teman akrabnya. Rahma bermain hingga terlarut-larut dan melupakan waktu belajarnya. Dia tak sadar bahwa dirinya seorang pelajar yang mempunyai kewajiban belajar. Bahkan dia pun melupakan sholat 5 waktunya. Ajakan demi ajakan terus Fatma berikan.
Berbulan-bulan sikap itu tak kunjung reda, bahkan mulai menjadi. Ia lebih memajukan sifat kemanjaannya, karena tergolong dari keluarga berada. Selain itu ia tambah malas, cerewet, sulit diperingatkan, suka membentak-bentak, dan bertindak semaunya sendiri. Pamannya sekeluarga kualahan mengurusnya. Berbagai nasihat dan peringatan yang diberikan tak kunjung nyantol sedikitpun pada dirinya.
Ketika Rahma dan Fatma pulang dari sekolah, dikejauhan tampak seorang anak yang sedang mendendangkan lagu dengan suaranya yang pas-pasan. Anak itu berjalan dari rumah ke rumah, dari 1 orang ke orang lain. Guna mencari nafkah untuk keluarganya. Ia rela tidak sekolah demi keluarga. Dengan pakaiannya yang kumuh, perlahan anak itu mendekati kami berdua tuk mendendangkan alunan musiknya yang sebatas berbahan bambu. Fatma memberikan sisa uang sakunya. Tak disangka Rahma memanggil anak itu dan bertanya-tanya. Setahu Fatma, Rahma sangat tidak suka dengan anak jalanan yang suka meminta-minta dan mengamen. Bahkan ia tidak mempedulikannya sama sekali. Tapi ini benar-benar aneh, ia mau memanggil dan bercengkrama dengan anak jalanan tersebut.
“Deeeekk, mengapa tidak sekolah??? Adik kan masih kecil. Anak seusia adik harus belajar....!!! tanya Rahma.
“Tidak kaaakk, orang tua saya tidak mampu membiayai sekolah. Cari makan saja susah, pernah dulu saya tidak makan berhari-hari. Karena persediaan makan habis, dan ibu tidak mampu untuk membeli beras,” cerita anak itu kepada Rahma dan Fatma tentang kehidupan yang dialaminya. Rahma pun terketuk haatinya, ia meneteskan air mata yang terus mengalir dipipi tembemnya. Ia sadar tentang betapa sulitnya kehidupan ini.
“Saya menyesal atas perbuatan yang selama ini saya lakukan. Saya suka menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Betapa sulitnya anak ini mencari makanan. Padahal saya sering melecehkan makanan, kadang kalau tidak selera saya buang. Masya Allah. Apa yang telah saya lakuuukaaaann??? Ternyata masih ada anak yang kelaparan seperti itu!!!.” renungnya dalam hati. Ia pun seolah-olah tak sadarkan diri. Cerita anak itu membawanya terbang melayang-layang laksana kapas yang berhamburan dimana-mana. Ia sadar bagaimana untuk berbuat baik dan dapat menghargai orang lain.
“oww....iyyyaaaaaa, cita-cita adik apa?????”
“Sebenarnya cita-cita saya tinggi kaaakkkk!!!. Pasti semua orang tidak percaya. Saya ingin menjadi HAKIM yang adil. Saya ingin menegakkan keadilan. Sekarang banyak sekali pejabat-pejabat yang menghabiskan uang rakyat, sehingga rakyat terbelenggu dari kemiskinan. Tujuan utama saya, saya ingin membebaskan keluarga saya dari jeratan kemiskinan karena ulah orang-orang yang tak bertanggung jawab. Dan anehnya, orang yang menghabiskan uang tidak mendapatkan hukuman yang setimpal. Jadi, jika saya menjadi hakim, saya akan adili orang-orang itu. Saya akan berantas orang yang menyengsarakan rakyat. Bukankah Allah itu tuhan yang seadil-adilnya ya kaaaakk!!!” Rahma terkejut dalam lamunannya.
“Heeee....oohhhh iyyaaa deeekk. Kamu benar. Sebagai generasi penerus bangsa kita harus menciptakan negara yang adil. Bukan begitu deeeekkk!!!!”
“Betul itu kaaaaakk!!”
Rahma pun berkali-kali tersadarkan diri olehnya. Dalam benak Rahma ia berkata. “Subhanallaaah, sungguh besar cita-cita anak itu untuk bangsanya. Saya berulang kali menyesal atas apa yang selama ini kuperbuat. Banyak waktu yang hilang dan terbuang sia-sia karena ulahku sendiri. Sekarang aku harus memperbaiki diriku. Aku harus rajin belajar agar cita-cita dan harapanku selama ini dapat tercapai amien. Tak lupa aku ingin membahagiakan orang tuaku yang selama ini sering kusakiti hingga menangis. Sampai-sampai orang tuaku kecewa melahirkan dan membesarkan aku. Sekarang saatnya aku berubah. Aku nggak mau mama terus-terusan bersedih karena ulahku yang konyol ini.”
Dengan menepuk-nepuk tangan Rahma anak ini berpamitan. “Kak-kak, saya pergi dulu yaaaa.....!!! saya ingin melanjutkan pekerjaanku. Terima kasih banyak kakak berdua telah mendengarkan ceritaku, kini hatiku merasa tenang dan lega....!!!”
“Oh iyyaaa, adik hati-hati dijalan ya, ini kakak punya sedikit uang semoga berguna untuk adik sekeluarga!!!.” Ucap Rahma dengan menyodorkan uang kepada anak itu.
“Terima kaasih banyak ya kaaaakk!!!! Semoga Allah membalas kebaikan kakak,amieeenn.”
“Iya sama-sama. Hati-hati dijalaaaannn.!!!!”
Anak kecil itu berlari sangat cepat dan menghilang.
Akhirnya, dengan pelajaran yang didapat dari seorang anak jalanan, kini bertambah hari sikap Rahma berubah. Ia semakin rajin belajar. Tak lupa ia selalu sholat berjam’ah di musholla. Ia juga mau makan apa adanya yang dimasakkan bibinya. Kini ia telah mensyukuri nikmat Allah yang begitu besar. Ia menyesali perbuatannya yang berbulan-bulan telah meninggalkan sholat. Ia pun bertaubat dengan mengqodho’ sholatnya dan meminta maaf kepada paman, bibi, dan Fatma.
Ketika menjelang ujian semester kenaikan kelas. Rahma optimis dapat memperbaiki nilainya yang telah lalu. Ia sangat bersemangat dalam belajar, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tak lupa dengan diiringi do’a. Rahma pun mendapatkan hasil yang membanggakan. Bahkan ia juara kelas. Dan dapat menyaingi teman-teman sekelasnya. Padahal itu semua tak mudah, karena teman-teman sekelasnya dapat dibilang pandai-pandai. Tapi itu semua tak terpikirkan dalam benaknya mendapatkan peringkat itu. Paman sekeluarga bangga padanya, begitupun Fatma. Kini usaha yang dilakukan paman sekeluarga berhasil. Orang tuanya menangis terharu dan bangga padanya. Sekarang semua bangga pada Rahma. Dalam benaknya berkata “Ternyata menjadi anak yang baik dan pintar sangat menyenangkan. Karena semua orang akan bangga dan sayang padaku.....!!! dan aku pun merasa dihargai orang. Sungguh senangnya dirikuuuuuuu!!!!!!..............”
Bangunrejo, 12 Januari 2012
Social Plugin